Minggu, 26 Juni 2011

Teori Menemukan Bidadari

Entah yang keberapa kalinya aku menulis ini. Mungkin kamu juga sudah pernah membacanya entah dimana. Tapi semoga saja kamu termasuk yang belum pernah membacanya. Lagipula yang aku tulis sekarang ini akan agak lain rasanya dengan yang pernah aku tulis entah kapan dan di tulisan yang mana itu. Dan tulisan ini akan khusus membahas teori menemukan bidadari.



Bidadari. Satu kata yang akan membuat kita, para cowok, akan membayangkan cewek dengan semua kelebihan yang kita inginkan sebagai istri kita. Kekasih untuk berbagi cerita, tawa canda, hati, dan pikiran. Kekasih sepanjang hayat. Meskipun kita amat sangat jarang untuk berani membayangkan bagaimana dia tua nantinya.



Cantik, putih, tinggi, badannya bagus dalam artian seksi, bahenol, senyumnya manis, rambutnya panjang, kulitnya halus mulus, pintar masak. Sebenarnya kalau ngomongin bidadari lebih gampang terbayang fisiknya, bukan kepribadiannya. Soal kepribadian lebih sempit wilayahnya, lebih ke selera kita masing-masing. Dan juga tersangkut paut dengan kepribadian kita sendiri seperti apa. Tapi kalau soal fisik, kebanyakan kita kan udah teracuni iklan, jadi lebih sedikit seragam defenisi cantik itu seperti apa. Kurang lebihnya seperti yang diatas tadi lah. Benar kan?



Nah, masalahnya sekarang, hampir semua cewek berlomba untuk menampilkan yang terbaik dari dirinya itu. Terutama dari segi fisik yang memang secara langsung dapat kita nikmatin.



Di satu sisi ini memang terkesan enak, bisa muasin nafsu mata kita. Tapi disisi lain ini juga yang membunuh kelahiran 'bidadari' kita sendiri!



Contohnya anak pesantren, yang secara fisik pergaulannya dipisah antar cewek dengan cowok. Bagi anak pesantren yang pindah ke SMA, melihat cewek-cewek SMA, udah bikin deg-degannya beda dengan kita yang dari SD-SMP biasa ngeliat cewek karena emang dicampur dalam proses belajar.



Kita ngeliat betis cewek, cuman satu "deg". Anak pesantren? Bisa tiga "deg" jantungnya! Kita yang biasa salaman dengan cewek sejak kapan, waktu pas SMA mau salaman sama cewek yang cantik juga nggak akan terlalu "deg", kecuali dia taksiran kita. Anak pesantren? Boro-boro mau salaman, nyentuh kulit cewek aja juga mungkin cuma kulit ibunya aja yang pernah! Tegangan listriknya bisa sampai ke ubun-ubun tuh! Karena emang dasarnya cowok dan cewek itu beda tegangannya, jadi ketika bersentuhan emang ada suatu sensasi rasa.



Nah, karena udah keseringan merasakan sensasi rasa itu, kita udah nggak terlalu merasakannya lagi. Beda kan, dengan anak pesantren yang jarang-jarang atau malah baru pertama kalinya nyentuh cewek. Pertama merasakan sensasi kulit cewek.



Kenapa mesti anak pesantren yang jadi contoh? Bukannya apa-apa, biar gampang aja bayanginnya. Rata-rata kita semua tahu bagaimana kehidupan pesantren seperti apa, jadi mudah bayanginnya. Tentunya pesantren yang masih terjaga ya.



Pernah dengar ada yang berkata seperti ini, malam pertama adalah ibaratnya merasakan surga dunia!



Tapi jangan buru-buru senang dulu. Belum tentu kita yang akan merasakan seperti itu juga. Kata-kata itu lebih tepat buat yang belum pernah ngeliat cewek selain ibu dan saudara perempuannya.



Coba bayangin aja, dia baru ngeliat cewek lebih dari wajah baru sekalinya itu, itupun cuman wajah, bukan keseluruhan kepala. Pas udah nikah, baru pertama kalinya nyentuh kulit cewek, baru pertama kalinya ciuman, baru pertama kalinya ehm ehm... . Semua sensasi rasa itu bergabung menjadi satu! Gimana nggak dahsyat rasanya? Topan badai beliung juga kalah tuh!



Tapi ini nggak berlaku buat cowok aja lho, ceweknya juga gitu. Walaupun aku nggak tahu kalau cewek tuh tertarik apa nggak sih dengan bodi cowok? Tapi ini juga buat cewek yang nggak menikmati sensasi rasa itu satu persatu dengan orang yang berbeda dan bertahap.Kebanyakan kita sekarang kan udah nganggap biasa cewek cowok. Dengan gampangnya kita ngeliat dimana-mana. Dari yang model apa sampai apa. Dari yang kebuka dikit sampai yang nggak ada tutupnya. Nyadar nggak nyadar kita udah menghabiskan sensasi rasa kita terhadap lawan jenis sedikit demi sedikit setiap melihat.



Belum lagi sentuhan dengan berbagai rasa kulit lawan jenis. Bagaimanapun kita menghindarinya, mesti ada satu dua kali kita membandingkannya dengan yang lain. Perbandingan yang nggak akan membawa efek baik sebenarnya. Kalau lebih halus dari yang pernah kita sentuh, kita bisa memandang dia lebih tinggi, dan yang kasar lebih rendah. Sialnya, kalau yang lebih kasar ini jadi kekasih kita! Bisa jadi menimbulkan perasaan dan kegelisahan pikiran yang beragam kan terhadap yang halus tadi. Manusia kan ingin selalu dapat yang lebih baik dari yang sudah dia mililki.



Jadi teori menemukan bidadarinya mana nih?



Simpelnya sih, kita menabung sensasi rasa dari melihat lawan jenis, menyentuh kulitnya, dan semua hal yang seharusnya bisa jadi pertama kali kita rasakan dengan lawan jenis, kita rasakan dengan istri kita nantinya, maka bidadari akan lahir untuk kita kawan!



Teori ini pernah aku sampaikan langsung ke seorang cewek, dan tanggapannya mesem-mesem aja. Nggak jelas setuju apa nggaknya. Tapi kayaknya dia bakalan mau jadi 'bidadari' deh.



Coba kalau semua cewek mau jadi bidadari, kita kan jadi gampang nyari bidadari. Tapi jangan maunya nuntut aja, kita para cowok juga, bantuin mereka buat jadi bidadari, dan berusaha menjadi bidadara (ada nggak sih?) bagi dianya.



Ditulis pada tanggal : 27 Agustus 2007

Diketik ulang pada tanggal : 15 Juni 2011



*Diambil dari buku 'Jangan Sadarkan Cewek!' dengan penulis '-chio-' terbitan 'Anomali', Yogyakarta.

1 komentar:

Lussy Midani Rizki mengatakan...

ehem, ciee yg lagi cari bidadari *merusuh di blog kak geo*

Posting Komentar

Powered By Blogger
Design by Geo Ruci Visit Original Post geo-kristologi.blogspot.com